"SUMPAH PEMUDA DAN BUDAYA MENULIS PEMUDA"

Written By M. Yazid on Sabtu, 05 November 2011 | 03.43


        Momen bersejarah ditahun 1928 kembali lagi muncul dibenak kita, beberapa hari yang lalu tepatnya pada tanggal 28 oktober 2011 masyarakat indonesia kembali memperingati hari Sumpah Pemuda yang menjadi bukti otentik kelahiran bangsa ini.  Sumpah pemuda yang diikrarkan para wakil pemuda se-Indonesia saat  itu mampu membangkitkan jiwa nasionalis bangsa yang sedang dalam kondisi tertindas untuk bersama-sama menyatukan tekat dan semangat agar bebas dari penjajahan kaum kolonialis.  Munculnya sumpah pemuda benar-benar memberikan warna baru dalam sejarah perjalanan bangsa ini.  Tekad dan semangat yang dimiliki para pemuda itulah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.

      Melihat begitu bermaknanya peristiwa  itu bagi bangsa ini,  maka sangat tepat jika setiap tanggal 28 Oktober  rakyat indonesia memperingatinya sebagai hari “Sumpah Pemuda”. Namun yang menjadi permasalahan sekarang adalah  Apakah makna Sumpah Pemuda benar-benar masih tertanam dalam jiwa generasi muda saat ini?. Sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan, “Jangankan untuk menanamkan nilai-nilai yang tertuang dalam Sumpah Pemuda, ikrar sumpah pemuda saja yang seharusnya sudah tertanam dalam hati kita masing-masing sebagai warga negara indonesia masih banyak yang tidak tau”.

       So, sebenarnya apa yang kita peringati setiap tanggal 28 oktober itu? Peringatan sumpah pemuda yang seharusnya menjadi  momentum  kebangkitan pemuda,  justru hanya menjadi sebuah ritual yang miskin energi aksi, formalitas yang tak menentu  menjadi sebuah agenda yang tidak memberikan dampak positif terhadap perubahan. Sepertinya sudah terbiasa dengan budaya peringatan tanpa memikirkan impact positif bagi kehidupan bangsa. Kondisi seperti inilah yang saat ini melanda jiwa generasi muda indonesia. Peringatan dalam sebuah konteks definitif merupakan sikap refleksi terhadap sebuah peristiswa yang membuka ruang romantisme layaknya sebuah ungkapan bahwa lihatlah kebelakang niscaya engkau bisa bercermin, dan pandanglah ke depan niscaya engkau akan berpijak.

        Memang benar apa yang diungkapkan oleh Bung Karno : “bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”.  Akan tetapi apakah kita tidak melihat sejarah yang telah mebuktikan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis”. Lihatlah bangsa Yunani dan Romawi, yang dianggap  bangsa yang besar oleh seluruh dunia karena peninggalan tulisan-tulisannya yang memuat kebijakan, ilmu pengetahuan maupun seni bangsanya. Begitu juga dengan Mesir yang meninggalkan tulisan serupa di batu-batu dan dinding piramid untuk di baca generasi-generasi berikutnya dan masih banyak lagi yang lain.

        Masalah yang telah membudaya dalam bangsa kita adalah, sebagian besar dari kita malas sekali menulis, apakah itu menuliskan ide-idenya, menuliskan perasaannya, menuliskan  pendapatnya atau keinginannya ataupun menuliskan berbagai informasi yang dimilikinya sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal zaman telah berubah, orang tidak lagi perlu membawa pahat dan palu untuk menulis di atas batu, kulit pohon, atau kulit binatang , orang tidak perlu lagi untuk membawa buah pikirannya tersebut ke penerbit atau ke surat kabar untuk membagi idenya kepada publik atau berkorespondensi melalui kantor pos dimana kita harus membayar prangkonya. Bayangkan sudah berapa banyak kebudayaan kita yang di claim oleh negara tetangga? Sudah berapa banyak wilayah tanah air yang diclaim menjadi wilayah negara tetangga? Kenapa bisa terjadi ? semua itu mebuktikan bahwa bangsa kita belum dipandang sebagai bangsa yang besar dimata dunia. Bahkan sejarah bangsa kita sendiripun terutama sebelum masa Kutai dan Sriwijaya sangat sedikit yang tau karna kurangnya informasi tentang itu. Semua ini menggambarkan bahwa bangsa kita "masih tergolong” bangsa yang pinter ngomong tanpa bertindak.

        Intinya adalah, dalam memaknai Sumpah Pemuda yang terpenting bukanlah memperingatinya setiap tanggal 28 Oktober saja, dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah menjadi kebiasaan, diawali dengan upacara dan pembacaan kembali ikrar sumpah pemuda kemudian dilanjutkan dengan acara-acara tertentu yang notabene hanya mencari hiburan semata akan tetapi sumpah pemuda harus benar-benar kita tanamkan dalam jiwa kita, harus benar-benar kita aplikasikan  dalam setiap tindakan kita, dimulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu, mebudayakan menulis misalnya pekerjaan yang sangat simpel tapi sangat sulit dilakukan oleh bangsa kita dan tanpa kita sadari mampu mengangkat harkat dan martabat kita menjadi sebuah bangsa yang besar dan itulah sebenarnya makna dari sumpah pemuda mengangkat harkat dan martabat kita sebagai bangsa yang merdeka.

        Untuk pemuda Indonesia, tanpa kita sadari sudah 66 tahun kita merdeka. Akan tetapi jika mentalitas generasi mudanya masih malas menulis dan mengajukan pendapatnya di muka publik, sampai berapa millenium lagi bangsa kita akan menjadi bangsa yang besar dan dibicarakan dalam sejarah dunia?.Semua itu karena pemuda, bukan sekadar agent of change, tapi juga direct of change.





Semoga tulisan ini bermanfaat, salam pemuda dan salam bloger indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar